Langsung ke konten utama

Jungwok

Jungwok? Apaan itu? Sejenis momok ya?

Hehehe, sengaja gue ngasih judul satu kata biar kalian penasaran. Jungwok tuh sebenernya nama salah satu pantai di Gunung Kidul.

Kok namanya Jungwok?

Kalau kalian nanya ke gue, gue nanya ke siapa dong? Hehehe. Jujur gue juga ga tahu kenapa bisa dinamain Jungwok, jomplang banget sama nama pantai di sebelahnya, Sri Wedari.

Jadi ini cerita gue dulu pas masih kuliah, *iya, dulu gue pernah kuliah.

Rencana awalnya kami mau main ke Pantai Sri Wedari. Kami berangkat malam hari dan nginep di rumah temen di Jogja, biar paginya bisa langsung berangkat ke pantai dan bisa puas-puas ke pantainya.

Pagi harinya kami langsung meluncur ke arah pantai, seperti rencana awal ke arah Pantai Sri Wedari. Tapi pas mau sampai ke pantai yang dituju, ternyata di tengah jalan kami ketemu sesuatu. Kami ketemu sama raksasa. Iya raksasa. Coba bayangin.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 

Udah bayangin?

Padahal gue cuma becanda, hahaha. *tertawa puas.
Di tengah jalan kami ketemu plang penunjuk arah yang ditulis pakai arang pada sebuah papan, tulisannya Jungwok dan dikasih arah panah. *kalau ini serius.

Waktu ngelihat plang itu, kami masang wajah bingung. Saling melempar tanya apa itu Jungwok, sejenis makanan, atau binatang spesies baru, atau malah sejenis genderuwo.

Akhirnya daripada berasumsi ngawur, kami semua pun mencari pencerahan dari bapak-bapak yang kami temui. Dari bapak-bapak itu akhirnya kita tahu bahwa Jungwok itu bukan nama makanan, apalagi nama makhluk halus. Tapi Jungwok itu nama pantai.

Alih-alih ke Pantai Sri Wedari, kamipun akhirnya melenceng dan murtad dari rencana semula. Yang semula berniat ke Pantai Sri Wedari, selanjutnya kami memutuskan main ke Pantai Jungwok itu. Tapi berhubung kata bapak-bapak jalan ke Pantai Jungwok susah dilewati mobil, dan jarak tempat parkir Pantai Sri Wedari emang udah deket, kamipun memutuskan parkir mobil disana dan melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.

Lumayan jauh sih, lebih dari 100 dekameter. Noh bayangin jauhnya.

Tapi perjalanan yang cukup melelahkan kami terbayar ketika melihat pemandangan pantai dari atas.


Ombak yang berdeburan serasa melambai-lambai mengajak dan meminta dihampiri. *oposih?

Pas beneran sampai di tempatnya, kita diem, bingung dan akhirnya guling-guling. Iya, kami bingung soalnya dsana ga ada orang sama sekali. Di sana cuma ada gue dan temen-temen gue aja. Jadi meskipun kecil, tapi serasa pantai milik sendiri, saking sepinya.

Karena saking sepinya itu kami sampai berprasangka jangan-jangan kami udah pindah dunia. *lebay.

Karena masih sepi itu, pantainya masih bersih. Saking jarangnya kesentuh tangan manusia kali ya.


Kamipun puas-puasin main di Pantai Jungwok, kayak anak ayam yang ga pernah lihat pantai. Lari dari ujung ke ujung. Nyari keong-keongan. Mainan ombak. Berhubung ga ada orang lain yang ngelihat, kami serasa balik lagi ke masa kecil. Ga ada jaim-jaiman deh. Udah kayak anak kecil semua.


Tapi pas ada yang kebelet, kami jadi bingung. Iya, ga ada kamar kecil di sana. Ya mau ga mau yang kebelet kencing di belakang pohon, padahal jujur gue juga ga tahu bagian belakangnya pohon tuh sebelah mana. Hehehe.
Sayang siang hari mendung datang, dan memaksa kami untuk pulang.

Untuk yang pengen lihat foto-foto lainnya bisa dilihat di sini.

Komentar

  1. hmm...jadi kamu Travelnista. Lu Travel dan Lu Nista :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, sepertinya begitu :D
      keduanya sangat cocok dipadukan.

      Hapus
  2. Keren euyyy....kayak Pantai Sawarna di Banten =9

    BalasHapus
    Balasan
    1. yoii, dan yang jelas masih sepi loh itu :D

      Hapus
  3. take me kakaaaaakkkk....take me thereeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memunafikkan Jawaban

" Siti sayang sama Abang kan ?" Joko bertanya dengan manja pada Siti, kekasihnya. " Emmmm, gimana ya Bang ?" jawab Siti manja. " La emang gimana, sayang ga' ?" kali ini Joko memaksa, agak ga sabar. " Emmm, iya iya bang. Masa' engga'?. " Siti akhirnya menyerah. " Oke deh sayang, Abang kerja dulu ya. " pamit Joko sembari menutup telephonnya. Siti menghela nafas, kemudian meletakkan handphone di tas kecilnya. Sedetik kemudian. " Tadi siapa? " tanya seseorang pada Siti. " Oh, biasa sayang, si Joko. " jawab Siti dengan nada manja, kemudian merangkul tangan pria berjenggot panjang dan berkumis lebat yang tadi mengajukan pertanyaan.

Ketika Batas Waktu

terngiang-ngiang di sela waktu dalam kuasa tawa mengisi masa seiring nafas detik berlalu dalam lelah tangis terdengar lemah tak ada yang tahu rahasia Illahi yang hakiki karena kita manusia biasa tak kuasa menolak takdirNya meski semua tahu tiap-tiap umat memiliki batas waktu namun tak ada yang tahu kapan datangnya batas waktu ketika batas waktu tiba kita hanya bisa berdo'a semoga amal kita di dunia menjadi penyelamat dari siksa neraka dan pengiring menuju nikmat surga karena kita manusia biasa tak kuasa menolak takdirNya ketika batas waktu tiba

Akibat Menunda-nunda

Hello guys, udah makan? Kalo belum makan, sok makan dulu gih, karena sesungguhnya makan lebih bermanfaat daripada ngebaca postingan kali ini. Awal bulan kemarin gue terpaksa ngedatengin rumah sakit, bukan karena gue mau ngegodain suster-suster di sana loh, tapi karena gue kena penyakit clavus di kaki dan terpaksa dioperasi ringan. Buat yang ga' tahu apa itu clavus silahkan cari informasi sendiri. Tapi pastiin dulu kalau kalian tahan ngelihat gambar yang ekstrim, dan gue juga ga' bertanggung jawab sama apa yang terjadi pada kalian selanjutnya. Jadi gue udah ngerasa kena penyakit ini sejak kurang lebih 3 bulan lalu, habis gue "asik" jebur-jeburan dan 3 hari dayung kano di Jatiluhur. Tapi berhubung waktu itu belum begitu besar dan ga begitu sakit, gue pun menunda-nunda untuk mengobati penyakit ini. Tapi semakin didiemin penyakit ini kok malah semakin menjadi, ga mau akur. Semakin besar dan menyakitkan, seperti kenangan yang sulit dilupakan. *oposih