Langsung ke konten utama

Kisah Damha dan Ketiga Putranya

Di sebuah desa yang kecil, hiduplah seorang petani bernama Damha dan istrinya Nalum. Sepasang suami istri ini tinggal bersama dengan ketiga orang anak laki-lakinya yang masih kecil. Anak yang paling sulung bernama La, sejak kecil sangat senang bermain dan membentuk bangunan dari tanah liat. Anak kedua bernama Le, memiliki hobi bermain pesawat terbang. Sedangkan Lud, anak terakhir sangat gemar membaca dan menulis.

Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas dan sehat. Mereka selalu menjadi juara di kelas masing-masing. Mereka juga menjadi anak-anak yang taat pada agama dan sangat patuh pada kedua orang tua. Tentu saja hal ini membuat Damha dan istrinya bangga.

Singkat cerita, ketiga anak Damha sudah tumbuh menjadi besar. Satu persatu mereka pergi merantau untuk melanjutkan pendidikan ke kota. Mereka memilih pendidikan sesuai dengan kegemaran mereka masing-masing.

La, anak tertua yang pertama kali meninggalkan rumah memilih melanjutkan pendidikan di bidang arsitektur. Dua tahun kemudian Le, anak kedua menyusul kakaknya merantau ke kota untuk meneruskan pendidikan di bidang dirgantara. Dan yang terakhir Lud, setahun kemudian meninggalkan kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan di bidang sastra.
Karena kecerdasan dan keuletan mereka, akhirnya mereka dapat menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Masing-masing pun bekerja sesuai dengan bidang pendidikan masing-masing. La, bekerja sebagai arsitek dan masuk ke perusahaan yang membangun proyek-proyek besar. Le bekerja di sebuah perusahaan pembuat pesawat terbang. Dan Lud, bekerja di sebuah perusahaan penerbitan sekaligus sebagai seorang penulis novel terkenal.

Tak butuh waktu lama, potensi mereka dapat dilihat oleh atasan mereka masing-masing. Setiap pekerjaan yang diberikan kepada mereka dapat mereka selesaikan dengan baik, bahkan melebihi harapan perusahaan. Karir mereka pun melesat, menjadi pimpinan di bidang masing-masing.

Kesuksesan ketiga anaknya membuat Damha dan istrinya bangga. Do'a dan syukur tak henti-hentinya mereka panjatkan ke Yang Maha Kuasa.

Namun ada perasaan sedih di hati mereka. Di usia mereka yang semakin senja, mereka semakin jarang bertemu dengan anak-anak mereka. Jangankan melihat, bahkan mendengar suara lewat telepon pun menjadi saat yang istimewa bagi mereka.

Tak bisa dipungkiri, pekerjaan anak mereka memang menyita waktu, belum lagi jarak antara desa dan kota tempat anak-anak mereka tinggal juga sangat jauh. Memaksa mereka untuk lebih mengerti bahwa anak-anak mereka bekerja demi masa depan masing-masing.

Damha dan istrinya mulai sakit-sakitan, namun mereka enggan mengabari anak-anak mereka yang semakin sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Toh setiap kali mereka mencoba menghubungi, anak-anak mereka tampak malas menjawab pertanyaan, kadang bahkan telepon dari Damha dan istrinya tidak digubris oleh ketiga anaknya. Mungkin mereka memang sangat sibuk, pikir Damha dan istrinya. Terlebih lagi setelah mereka memiliki keluarga kecil masing-masing.

Selang waktu berjalan, sakit istri Damha semakin parah. Sepertinya usianya sudah tak lama lagi. Setiap hari Damha memberi kabar anak-anaknya akan kondisi Ibunya. Namun tampaknya ketiga anaknya memang sibuk dan tak sempat pulang untuk sekedar mengurangi rindu Ibunya. Dan Tuhan pun mengambil nyawa Nalum, sebelum  bertemu dengan ketiga anaknya. Ada perasaan kecewa di hati Damha untuk ketiga anaknya.

Di tengah sakit dan kesedihan, Damha mengabari anak-anaknya untuk segera pulang karena Ibu mereka sudah berpulang. Akhirnya anak-anaknya pun pulang, ke desa kecil tempat mereka menghabiskan waktu dahulu. Mereka pun dapat berkumpul kembali, di tengah suasana duka.

Setelah upacara pemakaman Nalum, Damha dan anak-anaknya berkumpul. Hanya ada diam diantara mereka, mungkin karena kikuk sudah lama tak saling bertemu.

"Anak-anakku, Ibu kalian sudah tidak ada. Dan mungkin sebentar lagi Bapak akan menyusulnya karena penyakit Bapak yang semakin parah." Damha membuka pembicaraan, sambil berbaring di tempat tidurnya dikarenakan sakit yang dideritanya.

"Bapak ingin menanyakan satu pertanyaan, semoga jawaban kalian bisa membuat Bapak semakin bangga pada kalian."

"Jika Bapak sudah tak ada, bagaimana caranya kalian anak-anakku dapat mengenang Bapak dan Ibumu nanti?"

Lud, anak ketiga yang menjawab pertama kali,

"Aku akan menulis novel yang bertemakan Bapak dan Ibu, dengan tokoh Bapak dan Ibu tentunya. Dan aku juga akan membuat teater dengan nama Bapak Ibu, serta pementasan yang menceritakan kasih sayang Bapak Ibu kepadaku. Dengan demikian semua orang akan terus mengenang kasih sayang Bapak Ibu."

Le, anak kedua tak mau kalah dengan adiknya,

"Aku akan membuat pesawat terbang, dan akan aku beri nama Bapak dan Ibu. Pesawat itu akan ada di seluruh nusantara. Jadi setiap orang nantinya akan tahu siapa Bapak dan Ibu. Bahkan orang-orang di pulau sekalipun,"

La, anak pertama tak mau kalah dengan adik-adiknya,

"Aku akan membangun masjid dengan nama Bapak dan Ibu, masjid yang sangat bagus, besar, dan megah. Masjid termegah di Indonesia, bahkan mungkin di Asia Tenggara. Akan aku buat masjid itu unik, dan semua orang akan penasaran dan berkunjung ke masjid itu, dan mereka akan berdo'a untuk Bapak dan Ibu. Dengan begitu semua orang tidak hanya tahu, mereka bahkan akan berdo'a untuk Bapak dan Ibu."

Mendengar jawaban ketiga putranya, Damha tersenyum.

"Anak-anakku, betapa mulianya cita-cita kalian agar Bapak dan Ibu selalu dikenang. Bapak dan Ibu sangat bangga dengan kalian. Namun anak-anakku, Bapak sedikit ragu dengan cita-cita kalian yang sangat besar itu. Selama ini saja kalian sangat jarang mengingat kami, bahkan ketika kami ada. Apakah kalian benar-benar akan mengingat kami, ketika kami semua sudah tak ada?"

Damha menutup kalimatnya dengan sedikit senyum di bibir, dan ketiga anaknya hanya terdiam, ya hanya terdiam.

Komentar

  1. Kasian pak Damha dan ibu Nalum
    Aku jadi berkaca diri membaca cerita La, le dan Lud ini, sangat mengisnpirasi
    bagaimana bisa mengenang saat orang tua sudah mati sedangkan saat bernyawa saja mereka jarang mengingat Ayah dan ibu mereka. Salut dengan pekerjaan mereka, tapi prihatin dgn perhatian mereka pada orang tua. Semoga kita tetap jadi anak yg berbakti, amin

    BalasHapus
  2. hmm ini jadi mengingatkanku pada salah satu wejangan yang diberikan seseorang random. bahwa selama masih ada ayah ibu yang bisa dikunjungi, setidaknya sempatkan pulang ke rumah di tengah-tengah kesibukan. atau setelahnya kamu akan menyesal.
    semoga mereka bertiga masih sempat berbakti ke ayah mereka di saat-saat terakhir ya.

    BalasHapus
  3. Sering-seringlah menengok orangtua ketika hidup, sebelum menyesal saat mereka cuma bisa ditengok di kuburan :')

    BalasHapus
  4. Wow, inspiratif dan maknanya kena banget. Nice story

    BalasHapus
  5. Ya ALLAH. Gue kalo bahas orangtua jadi gimana, gitu. "Mau mewek, takut dibilang lelaki lemah."

    Udah, deh. Yang jelas, pesan cerita lu keren dan ngena. Gitu..

    BalasHapus
  6. Kadang orangtua bangga dengan anaknya yang punya karir cemerlang... namun dengan karir cemerlang kadang hal itu justru membuat anak lupa diri dan mulai menepikan orangtua karena mereka telah menemukan dunianya.

    Anak membahagiakan orangtua dengan materi. Tapi sebenernya bukan itu yang utama..
    Inspiratif banget... bener2 ngejleb baca endingnya.

    BalasHapus
  7. waaaah, ketempelan setan mana lu bisa kayak begini tiba tiba...pasti abis ketemu Bapak dan Ibu ya, jadi punya seabrek ide buat nulis bertemakan Orang Tua...ahh, jadi kangen Bapak dan Ibu ku..entar kalau pas ketemu tolong salamin ya... "cium jauh dari ike..." hahahaha...bagus bagus..lagi lagi...

    BalasHapus
  8. Ceritanya sederhana tapi menyentuh. Pesannya nyampe banget. :')

    BalasHapus
  9. Kena banget ini ceritanya.

    Disamping sibuk juga mereka buta karena pencapaian yang telah mereka gapai kan. Buktinya tlp dari kedua orang tuanya jarang di gubris. Bisa seperti kacang lupa kulitnya begitu.

    Moga nanti aku gak demikian sama orang tua. Amin amin.

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Ceritanya sederhana, ya. Tapi, emang, terkadang cerita yang sederhana justeru bisa menyampaikan pesan moral dengan sangat baik. Aku baca ini, jadi malu-malu sendiri, dan, juga takut sama kayak tokoh-tokoh di atas. Hi...

    Kasih sayang orang tua emang gak ada bosen-bosennya, kalo anak ke orang tua, ng... masih ada bosen-bosennya, ya .-.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Do'a Anak Kecil Agar Ramadhan Setiap Hari

"Assalamu’alaikum. Mak, Udin habis dari rumah Pak Mamat." Lapor Udin pada Emaknya. Sebulan setelah bulan Ramadhan lewat. "Tapi Pak Mamat udah ga' mau ngasih makan lagi, ga' kaya' kemarin pas puasa. Pak Mamat selalu mau ngasih Udin makan." "Kata Pak Mamat sih buat bayar fidyahnya soalnya ga' kuat kalau puasa. Lucu ya Mak, Pak Mamat kok ga’ kuat puasa. Udin yang kelas 5 SD aja puasa penuh. Pak Mamat kan badannya gede, sehat.” “Eh, tapi ga' papa ding, kan kalau Pak Mamat puasa Udin malah ga' dapat makan. Hahaha....." Udin tertawa, meralat omongannya sendiri. Tapi Emaknya tidak ikut tertawa. "Jarang-jarang kan Udin bisa makan pakai telur, kemarin malah sempat ada potongan ayamnya." Kenang Udin, sambil mengusap air liur yang mengalir di sudut bibirnya. "Kenapa kalau pas bulan puasa orang-orang pada baik ya Mak?"

Ketika Gue Kehilangan Dompet

Bulan kemarin, gue mengalami kejadiaan naas. Bukan, gue bukan ketangkep satpol PP pas mangkal, karena gue ga pernah mangkal. Tapi kejadian naas gue kali ini karena bulan kemarin gue kehilangan dompet. Yap kalian ga salah baca, bulan kemarin gue kehilangan dompet. Dan karena kejadian kehilangan dompet ini gue jadi ga bisa posting selama sebulan. *ok, skip Kronologinya begini, pas hari Minggu gue iseng-iseng masuk atm buat sekedar ngadem sama ngecek saldo. Keluar dari atm dan udah ngestater motor, tiba-tiba muncul tukang parkir dari dalam botol . Gue yang udah niat ngegas terpaksa berhenti cuma buat ngambil duit receh di dompet buat bayar parkir. Setelah itu dompet masuk kantong lagi dengan asal-asalan, dan gue melanjutkan perjalanan buat pulang ke rumah. Gue memilih jalan yang agak sepi, yah siapa tahu ada kuntilanak iseng yang bisa digodain. Jalan yang gue pilih agak menantang, meliuk-liuk dan bergelombang. Singkat cerita gue udah sampai di depan indoapril, soalnya gue haus da

Recycle yang Unreuseable

Akhir-akhir ini gue ngerasa kalau gue harus bisa ikut andil dalam kegiatan menjaga lingkungan, salah satunya dengan melaksanakan prinsip reuse, reduce, recycle. Jadi barang-barang yang semula dianggap sampah bisa dimanfatkan lagi dengan cara digunakan lagi, atau didaur ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat, dan kalau memang ga bisa ya dikurangi pemakaiannya. Dengan begitu akan mengurangi jumlah produksi sampah yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Tindakan-tindakan kecil yang udah gue lakuin antara lain gue udah pake botol isi ulang, jadi gue udah ga beli-beli air mineral kemasan lagi biar ga nambah jumlah produksi sampah plastik. Tiap belanja ke indoapril gue juga udah mulai bawa tas sendiri buat ngurangi pemakaian kantong plastik yang ujung-ujungnya juga jadi sampah. Selain itu gue juga ngumpulin foto-foto sama mantan, siapa tau bisa dipakai pas nikahan. *skip Nah kemarin ceritanya gue dapat paket yang pengirimannya dipacking pakai kayu, biar safety dan barang di dalamny